PELARIAN AYU ANDIRA: “STRES AKADEMIK atau STRES SOSIAL”
Oleh : Budiana,
S.Pd.I
Tetiba lirik
lagu “Jiwa yang Bersedih” yang terdengar sayup-sayup dari HP seorang guru menggoda
pikirku akan salah seorang Siswi yang memiliki prestasi akademik bagus namun
karena kejahatan sosial (orang-orang disekitarnya) membuatnya harus berlari.
Ya, Ayu Andira yang belakangan ini pergi dari rumah, berlari entah kemana. Sosok yang saya rasa sedang memiliki kesakitan
secara psikologis, sosial, dan emosional.
Dialah Pemilik “Jiwa yang Bersedih”.
Singgah dulu sebentar
Perjalananmu jauh
Tak ada tempat berteduh
Menangislah
Kan kau juga manusia
Mana ada yang bisa
Berlarut-larut
Berpura-pura sempurna
Sampaikan
pada jiwa yang bersedih
Begitu dingin dunia yang kau huni
Jika tak ada tempatmu kembali
Bawa lukamu biar aku obati
Tidak kah letih kakimu berlari
Ada hal yang tak mereka mengerti
Beri waktu tuk bersandar sebentar
Selama ini kau hebat
Hanya kau tak didengar
Lalu
apa faktor yang membuat sosok Ayu Andira menjadi Sosok “Jiwa yang Bersedih”
apakah karena stres secara akademik ataukah stres secara Sosial.
STRES AKADEMIK
Pendidikan
mempunyai arti yang sangat penting bagi kehidupan dan perkembangan siswa.
Pendidikan di sekolah dapat memenuhi beberapa kebutuhan siswa dan menentukan
kualitas kehidupan mereka dimasa depan. Namun dalam proses pendidikan di
sekolah siswa tidak jarang juga mengalami stres karena ketidakmampuannya
beradaptasi dengan program di sekolah. Stres yang di alami siswa di lingkungan sekolah akan
terakumulasi terhadap gangguan psikologis dan penyakit fisik (Santrock, J. W.
2007; Hidayat, B. U. A.2012). Stres yang sering dialami oleh siswa adalah stres
akademik (Taufik, T., Ifdil, I., & Ardi, Z. 2013). Stres akademik merupakan
sumber stres yang terjadi pada setting sekolah (Calaguas, 2011; Azhar, A.
2015).
Ada beberapa
faktor penyebab stres pada siswa yaitu tuntutan akademik yang dinilai terlampau
berat, hasil ujian yang buruk, tugas yang menumpuk, dan lingkungan pergaulan.
Stres akademik merupakan stres yang termasuk pada kategori distress (Rahmawati,
W. K. 2017; Adawiyah, R. 2017). Stres akademik adalah keadaan dimana siswa
tidak dapat menghadapi tuntutan akademik dan mempersepsi tuntutan-tuntutan akademik
yang diterima sebagai gangguan. Stres akademik disebabkan oleh academic
stressor (Sayekti, E. (2017). Academic stressor yaitu stres yang berpangkal
dari proses pembelajaran seperti: tekanan untuk mencapai kompetensi tertentu,
lamanya belajar, mencontek, banyak tugas, rendahnyahnya prestasi yang
diperoleh, keputusan menentukan jurusan dan karir, serta kecemasan saat
menghadapi ujian (Rahmawati, W. K. 2017). Alvin (dalam Eryanti, 2012) stres akademik adalah tekanan-tekanan yang
terjadi di dalam diri siswa yang disebabkan oleh persaingan maupun tuntutan
akademik. Senada dengan hal tersebut (Taufik, T., & Ifdil, I. 2013;
Muharrifah, A. 2009) menjelaskan stres akademik muncul ketika harapan untuk
meraih prestasi akademik meningkat, baik dari orang tua, guru maupun teman
sebaya. Harapan tersebut sering tidak sesuai dengan kemampuan yang dimiliki
siswa sehingga menimbulkan tekanan psikologis yang mempengaruhi pencapaian
prestasi belajar di sekolah. Selanjutnya menurut Thurson (2005) stres akademik
dapat disebabkan oleh materi pelajaran yang sulit bagi siswa, sehingga muncul
rasa takut terhadap guru yang mengajar. Tekanan dan tuntutan yang bersumber
dari kegiatan akademik disebut dengan stres akademik. Lebih lanjut, Misra dan
Castillo (2004) menyebutkan bahwa stres akademik meliputi persepsi siswa
terhadap banyaknya pengetahuan yang harus dikuasai dan persepsi terhadap
ketidak cukupan waktu untuk mengembangkannya.
Sebagian siswa
yang merasa dipaksa untuk melakukan sesuatu oleh gurunya padahal dalam
pemahaman siswa kalaupun hal itu dilakukan tidak akan berfaedah bagi dirinya. Sehingga
siswa tidak menuruti keinginan gurunya tersebut. Seperti guru meminta siswa
untuk mencatat, bagi siswa yang memiliki sikap yang kritis dia akan menguji
kebermanfaatan dari mencatat tersebut, jikalau dia rasa tidak berfaedah maka
dia tidak akan mencatat. Sedangkan bagi siswa yang bertipe estetis kemungkinan
dia akan mencatat bahkan catatan pun akan diupayakan dengan se rapi mungkin. Dalam
menghadapi dua kondisi ini guru harus bisa menempatkan dirinya dalam perananya
sebagai fasilitator, pendukung, dan pengasuh. Bukan sebaliknya bertindak
sebagai sosok yang paling benar lalu menghakimi siswa yang tidak menuruti
keinginannya. Jikalau itu dilakukan maka kemungkinan besar siswa yang berjiwa
kritis akan mengalami stres secara akademik. Padahal siswa kritis itu hebat dan
bagian dari tujuan pendidikan kita. Karena sikap guru yang bertipe seperti
rahwana maka siswa hebat tersebut seolah tikda tidak didengar dan mendapatkan
perhatian.
Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa stres akademik adalah tekanan akibat persepsi subjektif terhadap suatu kondisi akademik. Tekanan ini melahirkan respon yang dialami siswa berupa reaksi fisik, perilaku, pikiran, dan emosi yang negatif yang muncul akibat adanya tuntutan sekolah atau akademik atau guru.
Faktor-faktor yang mempengaruhi Stres Akademik.
Adapun
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi stres akademik, menurut (Puspitasari, W.
2013; Gunawati, R., Hartati, S., & Listiara, A. 2010) yaitu faktor internal
dan faktor eksternal. Lebih lanjut dijelaskan sebagai berikut.
Faktor internal yang mengakibatkan stres akademik
Pola pikir
Individu yang
berpikir tidak dapat mengendalikan situasi, cenderung mengalami stres lebih
besar. Semakin besar kendali bahwa ia dapat melakukan sesuatu, semakin kecil
kemungkinan stres yang akan dialami siswa.
Kepribadian
Kepribadian
seorang siswa dapat menentukan tingkat toleransinya terhadap stres. Tingkat
stres siswa yang optimis biasanya lebih kecil dibandingkan siswa yang sifatnya
pesimis.
Keyakinan
Penyebab
internal selanjutnya yang turut menentukan tingkat stres siswa adalah keyakinan
atau
pemikiran
terhadap diri. Keyakinan terhadap diri memainkan peranan penting dalam
menginterpretasikan situasi-situasi di sekitar individu. Penilaian yang
diyakini siswa dapat mengubah pola pikirnya terhadap suatu hal bahkan dalam
jangka panjang dapat membawa stres secara psikologis.
Faktor eksternal yang mengakibatkan stres akademik
Pelajaran lebih
padat
Kurikulum dalam
sistem pendidikan standarnya semakin lebih tinggi. Akibatnya persaingan semakin
ketat, waktu belajar bertambah, dan beban siswa semakin meningkat. Walaupun
beberapa alasan tersebut penting bagi perkembangan pendidikan dalam negara,
tetapi tidak dapat menutup mata bahwa hal tersebut menjadikan tingkat stres
yang dihadapi siswa meningkat. Diketahui bahwa fokus siswa dalam belajar itu
memiliki tingkatan tertentu. Misal untuk usia sekolah dasar siswa hanya bisa
fokus belajar kurang lebih antara 8-12 menit. Namun, karena tuntutan perolehan
beban dan kepemilikan kompetensi siswa dipaksakan untuk terus fokus yang pada
akhirnya berdampak pada munculnya stres pada diri siswa.
Tekanan untuk berprestasi tinggi
Para siswa
sangat ditekan untuk berprestasi dengan baik dalam ujian-ujian mereka. Tekanan
ini terutama datang dari orangtua, keluarga, guru, tetangga, teman sebaya, dan
diri sendiri.
Dorongan status sosial
Pendidikan
selalu menjadi simbol status sosial. Orang-orang dengan kualifikasi akademik
tinggi akan dihormati masyarakat dan yang tidak berpendidikan tinggi akan
dipandang rendah. Siswa yang berhasil secara akademik sangat disukai, dikenal,
dan dipuji oleh masyarakat. Sebaliknya, siswa yang tidak berprestasi di sekolah
disebut lambat, malas atau sulit. Mereka dianggap sebagai pembuat masalah,
cenderung ditolak oleh guru, dimarahi orangtua, dan diabaikan teman-teman
sebayanya.
Orangtua saling berlomba
Pada kalangan
orangtua yang lebih terdidik dan kaya informasi, persaingan untuk menghasilkan
anak-anak yang memiliki kemampuan dalam berbagai aspek juga lebih keras. Seiring
dengan perkembangan pusat-pusat pendidikan informal, berbagai macam program tambahan,
kelas seni rupa, musik, balet, dan drama yang juga menimbulkan persaingan siswa
terpandai, terpintar, dan serba bisa.
Berdasarkan penjelasan sebelumnya,dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi stres akademik yaitu faktor internal yang meliputi pola pikir, kepribadian, dan keyakinan, sedangkan faktor eksternal yang terdiri dari tekanan untuk berprestasi tinggi, dorongan status sosial, pelajaran lebih padat, dan orangtua saling berlomba.
Gejala-gejala Stres Akademik
Individu yang
mengalami stres akan menunjukkan gejala emosional dan fisik (Hernawati, N.
2006; Inayatillah, V. 2015). Lebih lanjut dijelaskan sebagai berikut.
Gejala emosional
Siswa yang
mengalami stres akademik secara emosional ditandai dengan: gelisah atau cemas,
sedih atau depresi karena tuntutan akademik, dan merasa harga dirinya menurun
atau merasa tidak mampu untuk melaksanakan tuntutan dari pendidikan atau
akademik.
Gejala fisik
Siswa yang
mengalami stres akademik secara fisik ditandai dengan: sakit kepala, pusing,
tidur tidak teratur, susah tidur, sakit punggung, mencret, lelah atau
kehilangan energi untuk belajar. Menurut (Simbolon, I. 2015; Fahmi, F. 2011)
gejala stres terdiri atas fisik, emosi, dan ditambah dengan perilaku, lebih
lanjut dijelaskan sebagai berikut:
Gejala fisik
Gejala yang
termasuk kategori fisik yaitu: sakit kepala, jantung berdebar-debar, perubahan
pola makan lemah atau lemas, sering buang air kecil, dan sulit menelan.
Gejala emosi
Gejala emosi
antara lain: depresi, cepat marah, murung, cemas, khawatir, mudah menangis,
gelisah terhadap hal-hal yang kecil, panik, dan berperilaku implusif.
Gejala perilaku
Gejala perilaku
seperti: dahi berkerut, tindakan agresif, kecenderungan menyendiri, ceroboh, menyalahkan orang lain, melamun, gelak tawa
gelisah bernada tinggi, berjalan mondar-mandir, dan perilaku sosial yang berubah.
Respon terhadap Stres Akademik
Reaksi terhadap
stresor akademik terdiri dari pikiran, prilaku, reaksi tubuh, dan perasaan
(Rahmadani, C. S. M. 2014; Olejnik & Holschuh 2007). Lebih lanjut
dijelaskan sebagai berikut:
Pemikiran
Respon yang
muncul dari pemikiran, seperti: kehilangan rasa percaya diri, takut gagal,
sulit berkonsentrasi, cemas akan masa depan, melupakan sesuatu, dan berpikir
terus-menerus mengenai apa yang seharusnya mereka lakukan.
Perilaku
Respon yang
muncul dari perilaku, seperti: menarik diri, menggunakan obat-obatan dan
alkohol, tidur terlalu banyak atau terlalu sedikit, makan terlalu banyak atau
terlalu sedikit, dan menangis tanpa alasan.
Reaksi tubuh
Respon yang muncul dari reaksi tubuh, seperti: telapak tangan berkeringat, kecepatan jantung meningkat, mulut kering, merasa lelah, sakit kepala, rentan sakit, mual, dan sakit perut.
Perasaan
Respon yang
muncul dari perasaan, seperti: cemas, mudah marah, murung, dan merasa takut.
Adapun respon
lain terhadap stres akademik menurut Barriyah (2013) adalah respon seseorang
terhadap berbagai tuntutan pada dirinya yang tidak menyenangkan dan
dipersepsikan individu sebagai stimulus yang membahayakan serta melebihi
kemampuan individu tersebut untuk melakukan coping sehingga individu tersebut
bereaksi baik secara fisik, emosi, maupun perilaku. Tuntutan yang bersumber
dari proses belajar meliputi: tuntutan menyelesaikan banyak tugas, tuntutan
mendapat nilai tinggi, kecemasan menghadapi ujian, dan manajemen waktu.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat respon stres akademik yaitu fisik, emosi, dan perilaku.
STRES SOSIAL
/ANTI SOSIAL
Koenttjaningrat
(1985 : 102), bahwa kepribadian berarti ciri – ciri watak seseorang individu
yang konsisten, yang memberikan kepadanya suatu identitas sebagai individu yang
khusus. Kepribadian dapat terganggu oleh kebingungan, misalnya pemarah, pemalu,
pendiam, periang, dan lain – lain. Terutama pada usia remaja yang masih berada
dalam keadaan relative mudah berubah-ubah. Kepribadian begitu identik dengan
anti sosial yang diakibatkan oleh stres secara sosial.
Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Sikap Antisosial/Sebab Terjadinya Sikap Antisosial
a.
Terdapat norma
dan nilai sosial yang tidak sesuai atau sejalan mengenai keinginan masyarakat
sehingga dapat terjadi kesenjangan budaya, baik pola pikir masyarakat.
b.
Adanya ideologi
yang dipaksakan untuk masuk ke dalam lingkungan masyarakat. Hal tersebut dapat
menimbulkan guncangan budaya bagi masyarakat yang belum siap untuk menerima ideologi
baru tersebut.
c.
Masyarakat
kurang siap untuk menerima perubahan dalam tatanan masyarkat. Hal tersebut
dapat terjadi karena terdapat perubahan sosial yang menuntut seluruh komponen
agar berubah mengikuti tatanan yang baru. Dalam perubahan, terdapat komponen
yang siap, namun ada juga yang sebaliknya yang justru bersikap antisosial karena
sepakat dengan perubahan yang terjadi. Seperti perusakan fasilitas umum.
d.
Ketidakmampuan
seseorang untuk memahami atau menerima mengenai bentuk-bentuk perbedaan sosial dalam
masyarakat sehingga akan mengakibatkan kecemburuan sosial. Perbedaan-perbedaan
dimaknai sebagai suatu permasalahan yang dapat mengancam stabilitas masyarakat
yang sudah tertata.
Menurut Wilnes
dalam bukunya Punishment and Reformation sebab-sebab penyimpangan/kejahatan
dibagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut:
1.
Faktor
subjektif adalah faktor yang berasal dari seseorang itu sendiri (sifat
pembawaan yang dibawa sejak lahir).
2.
Faktor objektif
adalah faktor yang berasal dari luar (lingkungan). Misalnya keadaan rumah
tangga, seperti hubungan antara orang tua dan anak yang tidak serasi.
Untuk lebih jelasnya, berikut diuraikan beberapa penyebab terjadinya penyimpangan seorang individu (faktor objektif), yaitu
·
Ketidaksanggupan
menyerap norma-norma kebudayaan. Seseorang yang tidak sanggup menyerap
norma-norma kebudayaan ke dalam kepribadiannya, ia tidak dapat membedakan hal
yang pantas dan tidak pantas. Keadaan itu terjadi akibat dari proses
sosialisasi yang tidak sempurna, misalnya karena seseorang tumbuh dalam
keluarga yang retak (broken home). Apabila kedua orang tuanya tidak bisa
mendidik anaknya dengan sempurna maka anak itu tidak akan mengetahui hak dan
kewajibannya sebagai anggota keluarga
·
Proses belajar
yang menyimpang. Seseorang yang melakukan tindakan menyimpang karena seringnya
membaca atau melihat tayangan tentang perilaku menyimpang. Hal itu merupakan
bentuk perilaku menyimpang yang disebabkan karena proses belajar yang
menyimpang. Misalnya, seorang anak yang melakukan tindakan kejahatan setelah
melihat tayangan rekonstruksi cara melakukan kejahatan atau membaca artikel
yang memuat tentang tindakan kriminal. Demikian halnya karir penjahat kelas
kakap yang diawali dari kejahatan kecilkecilan yang terus meningkat dan makin
berani/nekad merupakan bentuk proses belajar menyimpang. Hal itu juga terjadi
pada penjahat berdasi putih (white collar crime) yakni para koruptor kelas
kakap yang merugikan uang negara bermilyar- milyar. Berawal dari
kecurangankecurangan kecil semasa bekerja di kantor/mengelola uang negara, lama
kelamaan makin berani dan menggunakan berbagai strategi yang sangat rapi dan
tidak mengundang kecurigaan karena tertutup oleh penampilan sesaat.
·
Ketegangan
antara kebudayaan dan struktur sosial. Terjadinya ketegangan antara kebudayaan
dan struktur sosial dapat mengakibatkan perilaku yang menyimpang. Hal itu
terjadi jika dalam upaya mencapai suatu tujuan seseorang tidak memperoleh
peluang, sehingga ia mengupayakan peluang itu sendiri, maka terjadilah perilaku
menyimpang. Misalnya jika setiap penguasa terhadap rakyat makin menindas maka
lama-kelamaan rakyat akan berani memberontak untuk melawan kesewenangan
tersebut. Pemberontakan bisa dilakukan secara terbuka maupun tertutup dengan
melakukan penipuan-penipuan/pemalsuan data agar dapat mencapai tujuannya
meskipun dengan cara yang tidak benar. Penarikan pajak yang tinggi akan
memunculkan keinginan memalsukan data, sehingga nilai pajak yang dikenakan
menjadi rendah. Seseorang mencuri arus listrik untuk menghindari beban pajak
listrik yang tinggi. Hal ini merupakan bentuk pemberontakan/perlawanan yang
tersembunyi.
·
Ikatan sosial
yang berlainan. Setiap orang umumnya berhubungan dengan beberapa kelompok. Jika
pergaulan itu mempunyai pola-pola perilaku yang menyimpang, maka kemungkinan ia
juga akan mencontoh pola-pola perilaku menyimpang. Akibat proses sosialisasi
nilai-nilai sub-kebudayaan yang menyimpang. Seringnya media massa menampilkan
berita atau tayangan tentang tindak kejahatan (perilaku menyimpang) menyebabkan
anak secara tidak sengaja menganggap bahwa perilaku menyimpang tersebut sesuatu
yang wajar. Hal inilah yang dikatakan sebagai proses belajar dari
sub-kebudayaan yang menyimpang, sehingga terjadi proses sosialisasi nilai-nilai
sub-kebudayaan menyimpang pada diri anak dan anak menganggap perilaku
menyimpang merupakan sesuatu yang wajar/biasa dan boleh dilakukan oleh pelaku
Anti Sosial. Dengan mengetahui faktor penyebab timbulnya perilaku antisosial
diharapkan anak dan remaja dapat terhindar dari permasalahan tersebut. Selain
faktor penyebab tentunnya perlu juga diketahui ciri-ciri dan bentuk-bentuk
perilaku antisosial.
Ciri-Ciri
Perilaku Antisosial
Ada
beberapa ciri yang dimiliki oleh seseorang yang anti sosial, diantaranya :
·
Adanya
ketidaksesuaian antara sikap seseorang dengan norma dalam masyarakat.
·
Adanya
seseorang atau sekelompok orang yang berusaha untuk melakukan perlawanan
terhadap norma yang berlaku dalam masyarakat.
·
Kondisi
psikologis seseorang yang bertentangan dengan apa yang seharusnya.
·
Ketidakmampuan
seseorang untuk menjalankan norma yang ada dalam masyarakat.
Ciri-ciri
lain secara diagnostik dari gangguan kepribadian antisosial menurut Nevid
(2005: 279) adalah sebagai berikut:
·
Paling tidak
berusia 18 tahun
·
Ada bukti
gangguan perilaku sebelum usia 15 tahun, ditunjukkan dengan perilaku seperti
membolos, kabur, memulai perkelahian fisik, menggunakan senjata, memaksa
….seseorang untuk melakukan aktivitas seksual, kekejaman fisik pada orang
….maupun binatang, merusak atau membakar bangunan secara sengaja, berbohong,
mencuri, atau merampok.
·
Sejak usia 15
tahun menunjukkan kepribadian yang kurang, kepedulian yang kurang dan
pelanggaran terhadap hak-hak orang lain.
·
Kurang patuh
terhadap norma sosial dan peraturan hukum, ditunjukkan dengan perilaku
melanggar hukum yang dapat maupun tidak dapat mengakibatkan penahanan, seperti
merusak bangunan, terlibat dalam pekerjaan yang bertentangan dengan hukum,
mencuri, atau menganiaya orang lain.
·
Agresif dan
sangat mudah tersinggung saat berhubungan dengan orang lain, ditunjukkan dengan
terlibat dalam perkelahian fisik dan menyerang orang lain secara berulang,
mungkin penganiayaan terhadap pasangan atau anak-anak.
·
Secara
konsisten tidak bertanggung jawab, ditunjukkan dengan kegagalan mempertahankan
pekerjaan karena ketidakhadiran berulang kali, keterlambatan, mengabaikan
kesempatan kerja atau memperpanjang periode pengangguran meski ada kesempatan
kerja dan atau kegagalan untuk mematuhi tanggung jawab keuangan seperti gagal
membiayai anak atau membayar hutang; dan/atau kurang dapat membina hubungan
monogami.
·
Gagal membuat
perencanaan masa depan atau impulsivitas, seperti ditunjukkan oleh perilaku
berjalan-jalan tanpa pekerjaan tanpa tujuan yang jelas.
·
Tidak
menghormati kebenaran, ditunjukkan dengan berulang kali berbohong, memperdaya,
atau menggunakan orang lain untuk mencapai tujuan pribadi atau kesenangan.
·
Tidak
menghargai keselamatan diri sendiri dan keselamatan orang lain, ditunjukkan
dengan berkendara sambil mabuk atau berulang kali ngebut.
·
Kurang
penyesalan atas kesalahan yang dibuat, ditunjukkan dengan ketidakpedulian akan
kesulitan yang ditimbulkan pada orang lain, dan/atau membuat alasan untuk
alasan tersebut.
Bentuk-Bentuk
Sikap Antisosial Berdasarkan Penyebabnya
Adapun bentuk
sikap antisosial sebagai berikut:
·
Sikap
antisosial yang muncul karena penyimpangan (devisiasi) individual
Penyimpangan
individul bersumber dari faktor-faktor yang terdapat diri seseorang, seperti
pembawaan, penyakit, kecelakaan yang dialami seseorang, atau karena terdapat
pengaruh sosial budaya yang sifatnya unik terhadap individu.
Adapun
bentukbentuk sikap antisosial antara lain sebagia berikut:
Pembandel,
yaitu orang yang tidak mau tunduk pada peringatan orang-orang yang memiliki
kewenangan di lingkungan tersebut.
Pelanggar,
ialah orang-orang yang melanggar normanorma umum atau masyarakat yang berlaku
Pembangkang,
adalah orang yang tidak tunduk pada nasihat-nasihat orang yang terdapat
dilingkungan tersebut.
Penjahat,
adalah orang-orang yang mengabaikan normanorma umum atau masyarakat yang
berbuat sekehendak hati yang mengakibatkan kerugian-kerugian harta atau jiwa
yang terdapat dilingkungannya ataupun yang berada di luar lingkungannya
sehingga para anggota masyarakat meningkatkan kewaspadaan dan selalu
bersiap-siap untuk menghadapinya.
·
Sikap
antisosial yang muncul karena penyimpangan situsional
Penyimpanan
situasional adalah fungsi pengaruh kekuatan-kekuatan situasi yang berada di
luar individu atau dalam situasi ketika individu merupakan bagian yang tidak
terpisahkan di dalamnya. Situasi sosial adalah keadaan yang berhubungan dengan
tingkah laku seseorang dimana tekanan, pembatasan, dan rangsangan yang datang
dari orang atau kelompok di luar diri orang itu relatif lebih dinamis daripada
faktor-faktor internal yang dapat menimbulkan respons mengenai hal-hal
tersebut. Penyimpangan situasional dapat selalu kembali jika situasinya
berulang. Mengenai kejadian tersebut, menjadi penyimpangan kumulatif.
Macam-macam bentuk sikap antisosial adalah sebagai berikut:
Degradasi moral
atau demoralisasi karena kata-kata keras dan radikal yang keluar dari mulut
Tingkah laku
kasar pada golongan remaja
Tekanan batin yang
dialami oleh perempuan-perempuan yang mengalami monopause
Penyimpangan
seksual yang terjadi karena seseorang menunda-nunda perkawinan
Homoseksual
yang terjadi untuk narapidana di lembaga permasyarakatan.
· Sikap antisosial yang muncul karena penyimpangan biologis
Penyimpangan
biologis adalah faktor pembatas yang tidak memungkinkan terjadinya dalam
memberikan persepsi atau menimbulkan respons-respons tertentu. Gangguan terjadi
jika individu tidak melakukan suatu peranan sosial tertentu yang sangat perlu.
Pembatasan terhadap gangguan-gangguan ini sifatnya transbudaya (menyeluruh di
seluruh dunia). Terdapat macam-macam bentuk diferensiasi yang dapat
menghasilkan penyimpangan biologis adalah sebagai berikut:
Ciri-ciri ras,
misalnya tinggi badan, roman muka, dan bentuk badan
Ciri-ciri
karena gangguan fisik, misalnya kehilangan anggota tubuh dan gangguan sensorik
Ciri-ciri
biologis yang aneh, cacat karena luka dan cacat yang terjadi karena bawaan
lahir.
Tidak
berfungsinya tubuh secara baik dan tidak bisa dikendalikan lagi, misalnya
epilepsi dan tremor.
· Sikap antisosial yang bersifat sosiokultural Beberapa bentuk sikap dari antisosial dengan sifat sosiokultural adalah sebagai berikut.
Primordialisme,
adalah suatu sikap atau pandangan yang menunjukkan sikap yang berpegang teguh
kepada halhal yang sejak semula melekat pada diri individu, misalnya suku
bangsa, agama, ras, ataupun asal usul kedaerahan oleh seseorang dalam
kelompoknya, kemudian meluas dan berkembang. Primordialisme muncul karena adanya
sesuatu yang dianggap istimewa oleh individu dalam suatu kelompok dan keinginan
untuk mempertahankan keutuhan suatu kelompok. Selain dari itu, primordialisme
berkaitan disebabkan dengan nilai-nilai mengenai keyakinan, misalnya keagamaan
dan pandangan hidup.
Etnosentrims
atau fanatisme suku bangsa, ialah suatu sikap yang menilai kebudayaan
masyarakat lain dengan menggunakan ukuran-ukuran yang berlaku di masyarakatnya
sendiri.
Sekularisme,
yaitu sikap yang lebih mengedepankan halhal yang sifatnya non agamawi, misalnya
teknologi dan ilmu pengetahuan. Orang yang seperti ini cenderung mengedepankan
kebenaran duniawi.
Hedonisme,
adalah suatu sikap manusia yang didasarkan pada diri mengenai pola kehidupan
yang serba mewah, glamor, dan menempatkan kesenangan materiil di atas
segalanya. Tindakan yang baik menurut hedonisme adalah tindakan yang
menghasilkan kenikmatan. Orang yang mempunyai sifat seperti ini biasanya kurang
peduli mengenai keadaan di sekitarnya karena yang diburu adalah kesenangan
pribadi.
Fanatisme,
ialah suatu sikap yang mencintai atau menyukai mengenai suatu hal secara
berlebihan. Mereka tidak memperdulikan apapun yang dipandang lebih baik
daripada hal yang disenangi tersebut. Fanatisme yang berlebihan sangat
berbahaya karena dapat berujung pada perpecahan atau konflik. Seperti fanatisme
terhadap suatu ideologi atau artis idola.
Diskriminasi,
adalah sikap yang membeda-bedakan secara sengaja golongan-golongan yang
berkaitan mengenai kepentingan-kepentingan tertentu. Dalam diskriminasi,
golongan tertentu diperlakukan secara berbeda dengan golongan-golongan lain.
Pembedaan itu dapat didasarkan pada suku bangsa, agama, mayoritas, atau bahkan
minoritas dalam masyarakat. Seperti, diskriminasi ras yang sebelumnya pernah
terdapat di Afrika Selatan dimana seluruh warga ras kulit putih menduduki
lapisan lebih tinggi dibandingkan ras kulit hitam.
Bentuk-Bentuk
Sikap Anti sosial Berdasarkan Sifatnya
·
Tindakan
antisosial yang dilakukan secara sengaja
Tindakan
antisosial yang dilakukan secara sengaja adalah tindakan yang dilakukan secara
sadar oleh pelaku, akan tetapi tidak mempertimbangkan penilaian orang lain
terhadap tindakannya tersebut. Seperti vandalisme atau aksi coret-coret tembok
rumah orang lain.
·
Tindakan
antisosial karena tidak peduli
Tindakan
antisosial karena tidak peduli adalah tindakan karena ketidakpedulian si pelaku
mengenai keberadaan masyarakat disekitarnya. Seperti membuang sampah di sembarang
tempat atau mengebut ketika berkendara di jalan raya. Upaya untuk mencegah
perilaku anti sosial sebagian besar diarahkan pada remaja, sifat dari
pencegahan ini didasarkan pada faktor penyebab perilaku anti sosial.
Berdasarkan pembahasan tentang Stres Akademik dengan Stres Sosial di atas, maka setidaknya kita mendapat gambaran bahwa Stres Sosial menjaid faktor dominan dari pelarian si pintar Ayu Andira.
Pandangan psikoanalisa menyatakan bahwa sumber semua gangguan psikiatris, termasuk gangguan pada perkembangan anak menuju dewasa serta proses adaptasinya terhadap tuntutan lingkungan sekitar ada pada individu itu sendiri, berupa :
Konflik batiniah, yaitu pertentangan antara dorongan infatil
kekanak-kanakan melawan pertimbangan yang lebih rasional.
Pemasakan intra psikis yang keliru terhadap semua
pengalaman, sehingga terjadi harapan palsu, fantasi, ilusi, kecemasan (sifatnya semu tetapi
dihayati oleh anak sebagai kenyataan). Sebagai akibatnya anak mereaksi dengan
pola tingkah laku yang salah, berupa: apatisme, putus asa, pelarian diri, agresi, tindak kekerasan, berkelahi dan
lain-lain
Menggunakan reaksi frustrasi negatif (mekanisme pelarian
dan pembelaan diri yang salah), lewat cara-cara penyelesaian yang tidak rasional, seperti: agresi, regresi, fiksasi, rasionalisasi
dan lain-lain.
Faktor Eksternal
Di samping faktor-faktor internal, perilaku antisosial juga dapat
diakibatkan oleh faktor-faktor yang berada diluar diri remaja, seperti :
Faktor keluarga, keluarga merupakan wadah pembentukan peribadi anggota
keluarga terutama bagi remaja yang sedang dalam masa
peralihan, tetapi apabila pendidikan dalam keluarga itu gagal akan terbentuk
seorang anak yang cenderung berperilaku antisosial, contohnya kondisi
disharmoni keluarga (broken home), overproteksi dari orang tua,
orangtua yang masih berusia remaja, ukuran keluarga.
Faktor lingkungan sekitar, lingkungan sekitar tidak selalu baik
dan menguntungkan bagi pendidikan dan perkembangan anak. Lingkungan ada kalanya
dihuni oleh orang dewasa serta anak-anak muda criminal dan antisosial, yang
bisa merangsang timbulnya reaksi emosional buruk pada anak-anak puber dan remaja yang masih labil jiwanya.
Dengan begitu anak-anak remaja ini mudah terjangkit oleh pola kriminal, asusila
dan antisosial.
Menurut Rutter dkk, 1998 (dalam Nevid, Rathus &
Greene, 2008) menyimpulkan bahwa perilaku antisosial bersumber
dari peranan tiga faktor utama,
yaitu faktor psikososial, faktor lingkungan, dan faktor individu.
Budiana, S.Pd.I
(Guru Al Qur’an Hadis)

0 Komentar