TAFSIR PUJIAN DAN KIAT KETIKA DIPUJI DAN MEMUJI
Oleh:
Budiana
(Guru Al Qur’an Hadis)
Alhamdu-lillahi Rabb al-‘alamin “Segala puji bagi Allah,
Tuhan semesta alam” (QS. Al-Fatehah : 2)
Nah, pada artikel kali ini, saya akan membahas tafsir dari makna
Hamdu sebagaimana terdapat dalam kalimat Alhamdulilah. Selain itu akan dikupas
juga tips ketika kita menerima pujian dan memberi pujian kepada orang lain.
Yukk!, ikuti penjelasannya di bawah ini.
Hamdu menurut bahasa arab berarti “Pujian yang sempurna”. Pujian
kebalikannya celaan, lebih umum artinya ketimbang "syukur" karena
syukur atau terima kasih adalah sebuah ungkapan sebagai balasan atas kenikmatan
yang telah diterima seperti ungkapan "aku berterima kasih atas
kebaikannya" sedangkan pujian bisa terjadi atas dasar sekedar kekaguman
semata "aku memuji ketampanannya, ikmunya, pribadinya, keahliannya, dan
lain-lain."
Diberi tambahan “Al” berfaedah sebagai “Istighroq lil-jins”
artinya mencakup segala jenis pujian yang bila dijabarkan bentuknya ada empat
macam :
1. Qodim ‘ala Qodim (Pencipta terhadap Dirinya
Sendiri) maksudnya adalah Allah Swt memuji kepada Dirinya Sendiri , hal ini
Adalah patut , karena yang pantas sombong hanya Allah Swt semata , makhluk
ciptaanya tidaklah pantas menyombongkan diri. Hal ini banyak terdapa dalam
Al-Qur’an , terutama saat menerangkan tentang Asmaul Husna .
2. Qodim ‘ala Huduts (Pencipta memuji terhadap
makhlukNya) maksudnya adalah Allah memberikan penghargaan atau meningkatkan
derajat kepada mahlukNya . Contohnya saat Isro’ Mi’roj Rosululloh Saw .
“Innalloha wa malaaikatahu yusolluna alannabiyyi…” ,Artinya “Sesunggahnya Allah
SWT dan para malaikatnya menyampaikan salam kepada Nabi (Muhammad SAW)….”
3. Huduts ‘ala Qodim (Mahluk terhadap Pencipta)
maksudnya kita sebagai mahluk wajib memuji kepada Allah SWT , Hal ini pasti
kita lakukan saat melakukan sholat atau berdoa.Hal ini telah di contohkan oleh
Rosululoh saat beliau melihat segala hal yang beliau senangi, beliau selalu
mengucapkan hamdalah.
4. Huduts ‘ala Huduts (Makhluk terhadap makhluk)
maksudnya kita sebagai mahkluk diperbolehkan untuk memuji atau memberikan
penghargaan kepada orang lain sesama makhluk.
Dalam fenomena sosial saat ini, secara garis besar, pujian
bisa diklasifikasikan dalam 3 bentuk: Pertama, Pujian yang diucapkan untuk
menjilat. Ke dua, Pujian yang sifatnya hanya basa-basi belaka. Dan ke tiga,
Pujian yang diucapkan sebagai ekspresi kekaguman.
Bila disikapi secara sehat dan proporsional, pujian bisa
menjadi modal positif yang dapat memotivasi kita agar terus meningkatkan diri.
Namun, kenyataannya, pujian justru lebih sering membuat kita lupa daratan,
lepas kontrol, dan seterusnya. Semakin sering orang lain memuji kita, maka
semakin besar potensi kita untuk terlena, besar kepala, serta hilang kendali
diri. Padahal Allah Swt. mengingatkan dalam firmanNya: "Maka janganlah
kamu menganggap dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui siapa orang yang
bertakwa.” (Qs. Al-Najm; 32).
Agar dapat menyikapi pujian secara sehat, Nabi Saw
memberikan 3 kiat yang sangat menarik untuk kita teladani, yaitu:
Selalu Mawas Diri
Selalu mawas diri supaya tidak sampai terbuai oleh pujian yang
dikatakan orang. Oleh karena itu, setiap kali ada yang memuji beliau, Nabi Saw.
menanggapinya dengan doa: “Ya Allah, janganlah Engkau hukum aku karena apa yang
dikatakan oleh orang-orang itu.” (HR. Al-Bukhari) Lewat doa ini, Nabi Saw.
mengajarkan bahwa pujian adalah perkataan orang lain yang potensial
menjerumuskan kita. Ibaratnya, orang lain yang mengupas nangka, tapi kita yang
kena getahnya. Orang lain yang melontarkan ucapan, tapi malah kita yang
terjerumus menjadi besar kepala dan lepas kontrol.
Menyadari hakikat pujian
Menyadari hakikat pujian sebagai topeng dari sisi gelap kita yang
tidak diketahui orang lain. Karena, sebenarnya, setiap manusia pasti memiliki
sisi gelap. Dan ketika ada seseorang yang memuji kita, maka itu lebih karena
faktor ketidaktahuan dia akan belang serta sisi gelap kita miliki. Hal ini
bukan berarti kita boleh memelihara sisi gelap tersebut , tapi jadikan sisi
terang kita sebagai modal untuk menerangkan hati. Oleh sebab itu, kiat Nabi
Saw. dalam menanggapi pujian adalah dengan berdoa: “Dan ampunilah aku dari apa
yang tidak mereka ketahui (dari diriku)”. (HR. Al-Bukhari)
Memohon Kepada Allah
Kalaupun sisi baik yang dikatakan orang lain tentang kita adalah
benar adanya, Nabi Saw mengajarkan kita agar memohon kepada Allah Swt. untuk
dijadikan lebih baik dari apa yang tampak di mata orang lain. Maka kalau
mendengar pujian seperti ini, Nabi Saw. kemudian berdoa: “Dan jadikanlah aku
lebih baik dari apa yang mereka kira”. (HR. Al-Bukhari). Selain memberikan
teladan kiat menyikapi pujian, Nabi Saw. dalam keseharian beliau juga
memberikan contoh bagaimana mengemas pujian yang baik. Intinya, jangan sampai
pujian yang terkadang secara spontan keluar dari bibir kita, malah menjerumuskan
dan merusak kepribadian sahabat yang kita puji.
Lalu, saat kita memuji orang lain, maka jangan lupa
perhatikan tips dari Nabi Saw yang dapat dijadikan teladan oleh kita, apa saja
itu?
Pertama, Nabi Saw tidak memuji di hadapan orang yang bersangkutan
secara langsung, tapi di depan orang-orang lain dengan tujuan memotivasi
mereka. Suatu hari, seorang Badui yang baru masuk Islam bertanya tentang Islam.
Nabi menjawab bahwa Islam adalah shalat lima waktu, puasa, dan zakat. Maka
Orang Badui itupun berjanji untuk menjalankan ketiganya dengan konsisten, tanpa
menambahi atau menguranginya. Setelah Si Badui pergi, Nabi Saw. memujinya di
hadapan para Sahabat, “Sungguh beruntung kalau ia benar-benar melakukan
janjinya tadi.” Setelah itu beliau menambahi “Barangsiapa yang ingin melihat
penghuni surga, maka lihatlah Orang (Badui) tadi.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim,
dari Thalhah ra.)
Ke dua, Nabi Saw. lebih sering melontarkan pujian dalam
bentuk doa. Ketika melihat minat dan ketekunan Ibn Abbas ra. dalam mendalami
tafsir Al-Qur’an, Nabi Saw. tidak serta merta memujinya. Beliau lebih memilih
untuk mendoakan Ibn Abbas ra.: “Ya Allah, jadikanlah dia ahli dalam ilmu agama
dan ajarilah dia ilmu tafsir (Al-Qur’an).” (HR. Al-Hakim, dari Sa’id bin
Jubair)
Begitu pula, di saat Nabi Saw. melihat ketekunan Abu
Hurairah ra. Dalam mengumpulkan hadits dan menghafalnya, beliau lantas berdoa
agar Abu Hurairah ra. dikaruniai kemampuan untuk tidak lupa apa yang pernah
dihapalnya. Doa inilah yang kemudian dikabulkan oleh Allah Swt. dan menjadikan
Abu Hurairah ra. sebagai Sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits.
Pujian yang dilontarkan orang lain terhadap diri kita,
merupakan salah satu tantangan berat yang dapat merusak kepribadian kita.
Pujian dapat membunuh karakter seseorang, tanpa ia sadari. Oleh karena itu,
ketika seorang Sahabat memuji Sahabat yang lain secara langsung, Nabi Saw.
menegurnya: “Kamu telah memenggal leher temanmu.”(HR. Al-Bukhari dan Muslim,
dari Abu Bakar ra.) Senada dengan hadits tersebut, Ali ra. berkata dalam
ungkapan hikmahnya yang sangat populer, “Kalau ada yang memuji kamu di
hadapanmu, akan lebih baik bila kamu melumuri mulutnya dengan debu, daripada
kamu terbuai oleh pujiannya.”
Namun ketika pujian sudah menjadi fenomena umum di
tengah-tengah masyarakat kita, maka yang paling penting adalah bagaimana
menyikapi setiap pujian secara sehat agar tidak sampai lupa daratan dan lepas
kontrol; mengapresiasi setiap pujian hanya sebagai topeng dari sisi gelap kita
yang tidak diketahui orang lain; serta terus berdoa kepada Allah Swt. agar
dijadikan lebih baik dari apa yang tampak di mata orang.
Selain itu yang tidak kalah pentingnya, kalaupun perlu
memuji seseorang adalah bagaimana bisa mengemas pujian secara sehat.. Toh
memuji tidak mesti dengan kata-kata, tapi akan lebih berarti bila diekspresikan
lewat dukungan dan doa. Sehingga dengan demikian, kita tidak sampai
menjerumuskan orang yang kita puji.
Wallahualam Bissawab.
Budiana, S.Pd.I (Guru Al Qur’an Hadis MTs. Nurul Ikhwan)

0 Komentar